Suara.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, bakal ada pelebaran defisit anggaran hingga akhir tahun ini, di rentan angka 2 persen hingga 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal pemerintah dalam APBN 2019 mematok defisit anggaran sebesar 1,87 persen.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Luky Alfirman mengatakan, bahwa sifatnya masih berupa kisaran dikarenakan ketidakpastian yang cukup tinggi.
“Bila melihat perkembangan sampai dengan kuartal tiga dengan segala dinamikanya, bisa saja kita menjaga defisitnya tetap lebih kecil, tapi tidak akan bagus untuk perekonomian. Di situ kita menggunakan APBN sebagai instrumen countercyclical," ujar Luky seperti seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Minggu (27/10/2019).
Dari sisi moneter, Bank Indonesia hingga satu tahun ini telah menurunkan suku bunga hingga empat kali. Namun seperti kita tahu, perlu dilakukan ekspansi fiskal untuk mengimbanginya.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan selaku pemegang otoritas fiskal, perlu memberikan stimulus agar perekonomian Indonesia tidak terpuruk lebih dalam. Stimulus ini kemudian menjadi salah satu implikasi terjadinya pelebaran defisit.
“Pelebaran defisit itu bukan sesuatu yang buruk. Ini adalah bagian dari kebijakan Pemerintah, dalam mengelola ekonomi kita. Ketika dalam tekanan, justru Pemerintah memberikan stimulus supaya perekonomian tidak terpuruk lebih dalam,” Luky menjelaskan.
Sebagai informasi, defisit anggaran diatur dalam Undang-Undang (UU) 17/2003 tentang Keuangan Negara. Payung hukum tersebut membatasi defisit APBN sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Guna mengantisipasi defisit anggaran, Kementerian Keuangan juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 144 Tahun 2019 tentang Perkiraan Defisit dan Tambahan Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun Anggaran 2019 dan berlaku sejak 17 Oktober 2019.
from Suara.com - Bisnis https://ift.tt/2MS7qoJ
via IFTTT
No comments:
Post a Comment